ANAK TERLANTAR
Disusun
untuk memenuhi salah satu tugas pengganti UAS
Mata
Kuliah Sistem Pengantar Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial
Dosen:
Drs. catur hery
wibawa,MM
Disusun
Oleh :
YUYUN
YULIA
10.04.182
Kelas
I F
SEKOLAH
TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2011
ANAK TERLANTAR
Fenomena merebaknya anak terlantar di
Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak terlantar
memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam
kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang
menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun,
perhatian terhadap nasib anak terlantar tampaknya belum begitu besar dan
solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang
harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia
dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah. Dari tahun ke tahun
jumlah anak terlantar semakin meningkat, menunjukkan bahwa
kualitas hidup dan masa depan anak- anak sangat memperihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM
dan sekaligus tumpuan masa
depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita memprihatinkan, berarti
masa depan bangsa dan
negara juga kurang menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).
Anak
mempunyai arti penting dalam estafet perjuangan mencapai cita-cita bangsa. Oleh
karena itu diperlukan perlindungan anak untuk mencapai kesejahteraan. Anak terlantar merupakan permasalahan yang
terkait dengan keberadaan masa depan anak secara umum sebagai penerus generasi
bangsa. Oleh karena itu penanganan agar anak terlantar menjadi tanggung jawab
bersama agar didapatkan upaya yang lebih efektif dan optimal. Pada dasar penanganan
anak terlantar di arahkan pada upaya untuk menjamin agar hak-hak anak seperti
yang telah tertera di atas, Dengan terpenuhinya hak-hak anak dimaksud dapat
mendorong pada situasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan social anak.
Secara umum kesejahteraan anak adalah terpenuhinya keseluruhan hak-hak anak
mulai dari dalam kandungan sampai batas usia 18 tahun. Hak-hak tersebut
meliputi hak kelangsungan hidup, tumbuh kembang, memperoleh perlindungan dan
hak untuk berpartisipasi ( Irwan Julianto, 2002 ). Hak tersebut merupakan hak
yang fundamental dan sesuai dengan konvensi hak anak ( KHA ) yang telah
diretifikasi Indonesia melalui Keppres nomor 36 tahun 1990. Konsekuensi bagi
Negara yang meretifikasi KHA adalah sempurnanya pemenuhan hak-hak di negara
tersebut.
Oleh sebab itu maka pekerja sosial atau
pelaksana pelayanan ( baik yan bekerja dengan individu maupun yang bekerja
dengan kelompok ) harus termapil secara social. Dengan demikian keterampilan
mereka dapat diinternaliasikan pada anak asuh (klien). Terdapat b nanyak
pendekatan yang digunakan dalam case work
maupun group work, diantaranya
adalah Role Playing, problem solving,
Sosio Drama, Dekat kelompok, Latihan menjadi orang tua yang efektif dan melatih
ketegasan. Selama ini belujm ada panduan yang praktis yang menjadi pegangan
para pekerja social san pelaksana pelayana dalam memberikan bimbingan social
kepada anak asuh (klien), sehingga pelaksana bimbingan social lebih didasarkan
kepada pengalaman probadi masing-masing pekerja social.
KAJIAN 1
1.
Apa
pengertian tentang anak terlantar?
2.
Mengapa
anak terlantar semakin meningkat dari tahun ketahun?
3.
Siapa
saja pihak yang terlibat dalam proses terjadinya anak terlantar?
4.
Dimana
tempat penanganan anak terlantar?
5.
Kapan
pendayagunaan sistem sumber terhadap anak terlantar?
6.
Bagaimana
cara dan program penanganan anak terlantar dimasa yang akan datang?
Jawaban
1.
Anak terlantar adalah anak yang mempunyai orang tua dan
keluarga namun karena merasa tidak diperhatikan / tidak dianggap /
diterlantarkan sehingga anak tersebut tinggal dimana saja bahkan dijalanan
sekalipun atau di tempat- tempat umum. Konsep
“anak” didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan
sudut pandang dan kepentingan yang beragam.
menurut UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak terlantar
adalah anak yang berusia 5 – 18 tahun yang karena sebab tertentu (karena
beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang dari orang tuanya/wali
pengampu sakit, salah seorang/kedua orang tuanya/wali pengampu atau pengasuh
meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengampu atau pengasuh), sehingga
tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani
maupun sosial.
2. Perkembangan kota di segala bidang tampaknya tidak hanya
memberikan nuansa positif bagi kehidupan masyarakat. Namun juga melahirkan
persaingan hidup, sehingga muncul fenomena kehidupan yang berujung pada
kemiskinan yang akhirnya berakaar pada adanya anak terlantar. Faktor-faktor
penyebab anak terlantar sehigga meningkat dari tahun ketahun antara lain,yaitu:
Kemiskinan
Desakan ekonomi keluarga membuat orang
tua menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan untuk keluarga.
Hal ini terjadi karena tidak berfungsinya keluarga dalam memenuhi kebutuhan
keluarga. Juga disebabkan karena fokus keuangan keluarga terbatas hanya pada
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, bukan untuk pendidikan. Penyebab utama kurangnya kesempatan bagi anak terlantar untuk bersekolah
adalah karena sebagian besar dari anak terlantar berasal dari keluarga miskin.
Sehingga dampak dari kemiskinan inilah yang memaksa orang tua mereka untuk
turut serta memberdayakan anak-anaknya yang sebenarnya masih dalam usia wajib belajar
untuk bekerja agar dapat membantu menopang perekonomian keluarga. Selain
itu kemiskinan juga menyebabkan pola pikir orang tua dan anak hanya berfokus
pada menjadi pemenuhan kebutuhan jangka pendek saja (makan dan minum), tanpa
memperhatikan betapa pentingnya faktor pendidikan dalam mengarungi kehidupan di
masa yang akan datang, terutama kehidupan yang akan dilalui oleh
anak-anaknya.
Disorganisasi
Keluarga
Keluarga adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal dalam
satu atap rumah dan diikat oleh tali pernikahan yang satu dengan lainnya
memiliki saling ketergantungan. Secara umum pemberdayaan keluarga dipahami sebagai usaha menciptakan gabungan dari
aspek kekuasaan distributif maupun generatif sehingga
keluarga memiliki kemampuan untuk melaksanakan fungsi- fungsinya. Anggota-anggota keluarga khususnya orangtua gagal memenuhi
kewajiban-kewajibannya sesuai dengan peran sosialnya.Hal ini mengakibatkan
anak-anak merasa kehilangan kasih sayang dan bimbingan dari orangtua sehingga
lari dari rumah dan terlantar di jalanan. Penganiayaan
kepada anak merupakan alasan utama seorang anak menjadi anak terlantar.
Penganiayaan ini meliputi penganiayaan mental dan fisik. Lain dari pada itu,
umumnya disebabkan karena dorongan kebutuhan ekonomi. Fenomena anak terlantar
merupakan akses lingkaran setan kemiskinan bangsa.
Kurangnya
sarana dan prasarana pendidikan
Dalam
hal kelangsungan pendidikan anak, misalnya, akibat krisis kepercayaan pada arti
penting sekolah, dilingkungan komunitas masyarakat miskin acap terjadi kelangsungan
pendidikan anak cenderung di telantarkan.
Akibat
dari sosial, ekonomi, dan politik
Akibat
situasi krisis ekonomi yang tak kunjung usai, pemerintah mau tidak mau memang
harus menyisihkan anggaran untu membayar utang dan memperbaiki kinerja
perekonomian jauh lebih banyak daripada anggaran yang disediakan untuk
fasilitas kesehatan, pendidikan, dan perlinsungan sosial anak.
Kelahiran
diluar nikah
Seorang
anak yang kelahirannya tidak dikehendaki pada umumnya sangat rawan untuk
ditelantarkan dan bahkan diperlakukan salah (child abuse). pada tingkat yang
ekstremperilaku penelantran anak bisa berupa tindakan pembuangan anak untuk
menutupi aib atau karena ketidak sangupan orang tua untuk melahirkan dan
memelihara anaknya secara wajar.
3. Pihak yang terlibat dalam terjadinya masalah anak terlantar,
antara lain:
1)
Tokoh Agama
Partisipasi tokoh agama sangat berperan dalam pengentasan anak terlantar.
Sesungguhnya Islam memiliki konsep pembinaan keluarga. Islam juga mengajarkan
betapa besar tanggungjawab orang tua dalam mendidik anak. Maka kalau anak-anak
disibukkan dengan pendidikan, mereka diharapkan mereka tidak selalu turun
kejalan.
Tentang pandangan agama (Islam) terhadap perilaku anak terlantar adalah: Bahwa sesungguhnya setiap orang itu mulia, kecuali jika dia telah berperilaku tidak baik. Selama mereka berperilaku baik, tidak mencuri, menodong, maka mereka tetap orang baik di mata agama.
Tentang pandangan agama (Islam) terhadap perilaku anak terlantar adalah: Bahwa sesungguhnya setiap orang itu mulia, kecuali jika dia telah berperilaku tidak baik. Selama mereka berperilaku baik, tidak mencuri, menodong, maka mereka tetap orang baik di mata agama.
2) Tokoh akademis
Dalam pandangan akademisi penanganan anak terlantar baik yang dilakukan
pemerintah maupun pemerintah belum memperhatikan akar persoalan sesungguhnya,
program-program yang dilakukan bersifat parsial bahkan tumpang tindih, hampir
semua Departemen mempunyai program untuk pengentasan anak terlantar tetapi
tidak didasari oleh satu jaringan kerjasama yang terkoordinir dengan baik. Secara
lebih tegas persoalan struktural itu dapat dilihat pada ketiadaan koordinasi
antara pemerintah daerah di perkotaan dengan daerah penyangga. Jadi
sesungguhnya diperlukan suatu networking diantara semua institusi yang
menangani kesejahteraan masyarakat.
3)
Lembaga Swadaya masyarakat (LSM)
Untuk menangani anak terlantar, lembaga tersebut belum ada kerjasama dengan
lembaga pemerintahan atau lembaga lainnya, dalam soal dana lembaga tersebut
mencari donatur-donatur yang bersedia membantunya..
4.
Panti asuhan
Keberadaan panti asuhan sebagai lembaga sosial, menjadi salah satu jawaban
terhadap masalah yang dialami anak terlantar. Di panti asuhan, seorang anak
bisa mendapatkan dunianya kembali melalui program-program yang diselenggarakan
disana. Bahkan si anak bisa mengakses pendidikan, yang menjadi barang mahal
bagi keluarga si anak sebelumnya. Ditambah kekuatan dogma agama dalam menyuruh
umatnya untuk beramal, keberadaan panti asuhan yang senantiasa mendapatkan
aliran dana dari masyarakat tentu saja akan sangat bermanfaat bagi
keberlangsungan hidup si anak tersebut.
Sayangnya, panti-panti asuhan yang ada tidak semuanya milik pemerintah
dengan keterjaminan dana. Hal ini karena jumlah anak yang meminta perhatian,
lebih dari kemampuan jangkauan panti-panti asuhan milik pemerintah. Beruntung
sekali jika panti asuhan non pemerintah ditangani secara profesional.
Parameternya biasanya dalam hal efisiensi dana. Jika pemasukan dana panti
asuhan lancar, tentunya pekerjaan berikutnya hanya tinggal bagaimana cara
mengefisiensikan dana tersebut. Sementara jika pemasukan dana seret, akan
berimbas pada kondisi yang dialami penghuni panti asuhan tersebut. Lagi-lagi
karena pemerintah tidak sanggup memberikan solusi, maka permasalahan ini
menjaditanggungjawabmasyarakat.
Pemberdayaan Instansi Terkait
Sebenarnya sudah ada instansi terkait yang diserahi tugas dan tanggung
jawab untuk menangani permasalahan anak terlantar ini. Namun dalam praktiknya
di lapangan penanganan anak terlantar khususnya sektor pendidikan tidak hanya
memerlukan program yang efektif dan efisien, tetapi juga memerlukan biaya yang
sangat besar. Sehingga untuk lebih memberdayakan Departemen Sosial dan
Dinas Sosial dalam menangani masalah pendidikan anak terlantar, maka pemerintah
perlu memberikan kewenangan yang lebih besar lagi bagi instansi terkait dan
alokasi dana yang mencukupi untuk program tersebut.
5.
Pendayagunaan sistem sumber terhadap anak terlantar
dapat digunakan saat mengumpulkan data dan informasi mengenai kebutuhan anak
terlantar, Masalah paling mendasar yang dialami
oleh anak terlantar adalah kecilnya kemungkinan untuk mendapatkan kesempatan
dibidang pendidikan yang layak.
Hal ini disebabkan karena beberapa
faktor yaitu :
1.
Ketiadaan
Biaya
Sebagian besar anak terlantar berasal dari
keluarga dengan strata ekonomi yang sangat rendah, sehingga biaya pendidikan
yang seharusnya disediakan oleh keluarga tidak tersedia sama sekali.
2.
Keterbatasan
Waktu
Untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, sebagian besar anak terlantar bekerja secara serabutan untuk
mendapatkan penghasilan, bahkan ada juga yang berusaha untuk mendapatkan
penghasilan dari cara-cara yang kurang pantas seperti mengemis, mencuri,
mencopet dan lain- lain. Sehingga waktu mereka sehari-hari banyak tersita di
tempat pekerjaan, jalanan, tempat-tempat kumuh dan lain-lain.
3.
Rendahnya
Kemauan untuk Belajar
Kondisi ini disebabkan oleh keadaan
lingkungan di sekitarnya (teman-teman) yang didominasi oleh anak-anak yang
tidak bersekolah (putus sekolah), sehingga menyebabkan adanya perspektif dalam
diri anak terlantar bahwa tidak mendapatkan pendidikan yang formal bukanlah
suatu hal yang perlu dicemaskan.
4.
Apatisme
Terhadap Pendidikan
Kemampuan mereka untuk menghasilkan
uang dalam waktu yang singkat menyebabkan mereka apatis terhadap pendidikan.
Sangat disayangkan sebenarnya, karena tidak selamanya mereka harus ada dijalan
untuk mengais rejeki, dan pada saat nanti mereka memutuskan untuk keluar dari
lingkungan anak jalanan maka modal pendidikan sangat diperlukan.
5.
Tidak Berjalannya Fungsi Kontrol oleh
Keluarga,Masyarakat dan Pemerintah
Kondisi
ini disebabkan karena masing-masing disibukkan dengan aktifitasnya
masing-masing.
6.
Melihat situasi problematik, tekanan
kemiskinan, dan berbagai penderitaan yang dialami anak-anak telantar,
barangkali benar bahwa untuk jangka pendek program-program intervensi yang
dibutuhkan adalah upaya-upaya penyantunan yang
sedikit- banyak bersifat karitatif. Tetapi, perlu disadari bahwa sekadar
mengandalkan pada upaya-upaya yang sifatnya karitatif, dalam jangka panjang tidak mustahil
justru hanya akan ada ketergantungan baru yang makin menghilangkan kemampuan anak-anak telantar itu untuk
menolong dirinya sendiri (self help
mechanism).
Upaya revitalisasi
program penanganan anak telantar yang semestinya dikembangkan tahun-tahun mendatang pada dasarnya bertumpu
pada empat program
pokok, yaitu :
1. program penanganan anak telantar berbasis masyarakat,
artinya, program penanganan terhadap nasib anak telantar yang dikembangkan akan
lebih berorientasi pada pengembangan dukungan dan potensi-potensi yang ada di
tingkat komunitas (community support system) termasuk dukungan kalangan
pengusaha. Disadari bahwa keberadaan dan peran berbagai lembaga lokal dan
kalangan pengusaha perlu diberdayakan sebagai mitra pemerintah.
2. program
perlindungan sosial bagi anak terlantar. Untuk mencegah agar anak terlantar tidak
menjadi korban tindakan represif, eksploitasi dan intervensi berbagai pihak yang ingin memanfaatkan
keberadaan mereka, maka ke depan yang dibutuhkan adalah program perlindungan
sosial yang benar-benar efektif. Sebagai kelompok masyarakat rentan, anak-anak
telantar memang seringkali lebih mudah menjadi objek tindak kekerasan dan
eksploitasi dai kelas sosial di atasnya atau pihak-pihak lain yang memiliki
kekuasaan, karena tidak memiliki kekuasaan, karena mereka tidak memiliki
pengetahuan hukum yang cukup dan akses pada lembaga perlindungan hukum yang
layak.
3. program pemberdayaan anak telantar. Untuk mengeliminasi
kemungkinan terjadi ketergantungan dan hilangnya mekanisme self- help dari
anak-anak telantar, maka idealnya yang dikembangkan ke depan adalah program
yang lebih berorientasi pada pemberdayaan, baik kepada keluarga miskin,
orangtua dari anak-anak terlantar, dan anak-anak terlantar itu sendiri.
Pemberdayaan pada dasarnya lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan
dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan
lebih lanjut (safety net). Hasil
akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula
objek menjadi subjek (yang baru), sehingga relasi sosial yang ada nantinya
hanya akan dicirikan dengan relasi antarsubjek dengan subjek yang lain.
Substansi pemberdayaan yang dilakukan disini adalah memampukan dan memandirikan
anak terlantar dengan cara memfasilitasi pengembangan potensi atau kemampuan
dari anak terlantar itu sendiri. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anak
terlantar, tetapi juga pranata-pranata sosial di sekitarnya.
4. program pengembangan asuransi sosial bagi anak terlantar.
Artinya, ke depan sejauh mungkin harus dikurangi program-program bantuan yang
hanya bersifat karitatif, dan sebagai ganti seyogyianya diupayakan lebih
menekan pada bentuk bantuan yang dapat berfungsi sebagai asuransi sosial bagi
anak-anak terlantar dan keluarganya. Yang dimaksud asuransi sosial disini
adalah program batuan yang bisa bermanfaat sebagai penyangga kebutuhan anak
telantar dalam jangka yang lebih panjang, dan bukan sekadar program darurat
yang bersifat kariratif dan habis seketika untuk memenuhi kebutuhan sesaat
KAJIAN 2
BAGAIMAN PERAN PEKSOS TERHADAP MASALAH ANAKTERLANTAR
???
Jawaban :
a. Peranan sebagai Motivator
a. Peranan sebagai Motivator
Pekerja sosial berperan suntuk
memberikan motivasi kepada anak terlantar dan orang tuanya untuk mengatsi
permasalahan yang dialami.
b.
Peranan sebagai Enabler
Pekerja sosial berperan sebagai
pemungkin dalam membantu dan meyakinkan anak terlantar dan orantuanya bahwa
mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan
pemanfaatan berbagai sistem sumber yang ada.
c. Fasilitator
Peran pekerja sosial memfasilitasi anak
terlantar dan orangtuanya untuk mampu melakukan perubahan yang telah
ditetapkan dan disepakati bersama.
d. Broker
Dalam konteks pekerjaan sosial dengan
masyarakat, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran
broker di pasar modal. Dalam mengatasi masalah yang dihadapi anak terlantar,
maka pekerja sosial berperan untuk menghubungkan mereka dengan berbagai system
sumber dalam memenuhi keinginan mereka untuk memperoleh keuntungan maksimal.
e. Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran
mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran mediator
diperlukan terutama pada saat terdapat beberapa perbedaan yang mencolok dan
mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Pekerja sosial dapat memerankan
sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani antara anggota kelompok dan
sistem lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan yang dilakukan sebagai mediator
yaitu menghubungkan anak terlantar dan keluarganya dengan sistem sumber yang
ada dalam masyarakat baik sistem sumber informal maupun formal.
f. Public
Educator
Memberikan dan menyebarluaskan
informasi mengenai masalah dan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia.
g. Advocate
Peran advocate atau pembelaan
merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan
politik. Peran ini dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak dan kewajiban
anak terlantar.
KAJIAN 3
MENURUT SAYA STANDARISASI PELAYANAN TERHADAP KLIEN
(anak terlantar) ???
Jawaban
1.
Telah terpenuhinnya hak-hak anak
* Anak
berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang maupun dalam asuhan untuk tumbuh dan berkembangan secara wajar
* Anak
berhak atas pelayanan umtuk mengembangkan kemampuan dan kehidupannya, sesuai
dengankebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik
dan berguna.
* Anak
berhak atas pemeliharaan dan perkembangan, baik semasa dalam kandungan maupun
sesudah dilahirkan.
* Anak
berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertu,buhan secara wajar.
* Anak
berhak atas bantuan hukum.
2. Anak telah
dapat merasakan pendidikan
3. Anak mendapatkan perhatian dan
kasih sayang dari orang tua
4. Anak merasa nyaman dilingkungan
rumah,sekolah,dan masyarakat
5. Adanya rasa kegembiraan yang
terpancar dari muka-muka anak terlantar yang menjadi penerus masa depan
bangsa dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar